Ada sebuah ungkapan dalam kultur budaya Jawa yang menurut hemat kami sangat tepat dengan kondisi sekarang ini. Ungkapan tersebut adalah “Sopo nandur wis wayahe panen, sopo utang wis wayahe nyaur, lan sopo nyilih wis wayahe mbalekne” kalau diartikan secara bahasa adalah “Siapa yang menanam sudah saatnya panen, siapa yang berhutang sudah saatnya melunasi, dan siapa yang meminjam sudah saatnya mengembalikan. Ungkapan tersebut tepat dengan kondisi sekarang kenapa? Coba mari kita rasakan bersama.
Akhir-akhir ini kondisi atau kenyataan yang terjadi di dunia atau di negara kita, anda bisa merasakan bahwa sudah cukup banyak para pejabat dan mantan pejabat negara yang sekarang tidak berada di rumah tinggalnya, mereka sudah pindah ke rumah tahanan (di penjara). Istilahnya mereka sudah menerima pidana secara hukum kenegaraan. Pejabat atau pegawai yang banyak berbuat korupsi kelihatan sekali dari sikapnya sudah mulai tidak nyaman dalam hidupnya, mereka seolah khawatir kalau akan ditindak oleh KPK. Akhirnya mereka bersikeras dengan berbagai cara agar tidak ditindak oleh KPK, karena mereka takut perbuatan mengumpulkan uangnya yang ilegal (korupsi) akan ketahuan dan terbukti bersalah. Jelas mereka nanti hidupnya akan berakhir di hotel prodeo. Jadi menurut keyakinan kami, mereka itu sudah saatnya menuai hasil perbuatannya, kalau mereka dulu korupsi, maka akan mendapatkan balasannya. tetapi kalau pejabat itu bersih, saya yakin hidupnya akan terhormat di mata Yang Maha Kuasa.
Coba anda perhatikan lagi, situasi alam khususnya di Indonesia. Sudah cukup banyak bencana menimpa kita, mulai banjir, angin topan, gempa bumi, longsor, kebakaran. Ini semua kalau kita rasakan sebenarnya ya karena tingkah polah manusia sendiri, kenapa kita tidak bisa bersahabat dengan alam. Seharusnya kita mampu membaca alam ini, mampu menjaganya agar kesinambungan alam tetap terjaga. Kemakmuran yang kita peroleh bukan bala’. Padahal alam ini dengan sukarela sebenarnya hanya bertujuan menyediakan keperluan makhluk yang paling sempurna, yaitu manusia. Tetapi karena kelakuan manusianya banyak yang tidak beradab maka bukan kemakmuran yang diperoleh akan tetapi sebaliknya malah murka.
Selanjutnya kalau kita memperhatikan tingkah polah anak remaja/muda, kita patut prihatin, mayoritas kelakuannya sudah di luar norma atau akhlaq. Mereka seolah kehilangan jati diri sebagai manusia yang bermoral. cenderung bebas, individualis, kurang peduli. Misalnya ketika mereka asyik dengan HPnya mereka seolah tidak peduli dengan sekitarnya. Contoh kasus akhir-akhir ini banyak kejadian kriminal hanya gara-gara suka fesbookan. banyak kasus pelecehan dan pemerkosaan gara-gara gambar hot di internet, yang membuat mereka penasaran dan pada akhirnya dilampiaskan dengan sesama teman mereka. Anak menjadi sukar dikendalikan oleh orang tuanya. alasannya belajar dengan teman, namun ternyata berbuat maksiat bersama atau hura-hura saja dan malah bertindak kriminal. Anaka sulit untuk diajak komunikasi oleh orang tuanya. Jadi kalau orang tua hanya menanamkan sifat materialisnya maka hasilnya juga kurang baik. Namun jika orang tua masih menanamkan adab dan kasih sayang saya yakin anak masih akan terjaga.
Jadi, mari kita renungkan bersama, apapun yang kita lakukan sebaiknya hal-hal positif saja. Kalau kita menanam benih padi akan tumbuh padi dan rumput, namun jika kita menanam rumput maka tidak mungkin bisa tumbuh padi. Jika kita menanam kebaikan mungkin masih akan mendapat cobaan dan godaan, namun jika menanam kejelekan jelas kebejatan yang akan diterima. Jadi kita harus tetap ingat dan waspada. Kalau ada yang bertanya, mengapa mereka yang suka korupsi dan berbuat maksiat masih sehat dan kelihatan senang. Itu kelihatannya akan tetap sejatinya mereka khawatir, gundah dan tidak yakin akan adanya hari pembalasan, baik pembalasan di dunia ini (sekarang) maupun di akherat nanti (sangat adil). Karena saya yakin bahwa keadilan akan ada, walaupun banyak manusia yang sudah banyak yang tidak percaya, keadilan Yang Maha Esa tetap akan berjalan sebagaimana seperti roda yang terus berputar.